![]() |
Ide banyak, tapi buntu ketika akan ditulis via imperomedia.com |
Tulisan ini saya buat ketika pikiran saya sedang buntu. Sebelum
duduk di depan laptop, saya punya seabrek ide untuk “dimuntahkan” dalam
tulisan. Namun, alam berbicara lain. Saya bingung mau menulis apa, bagaimana
dan mesti dimulai darimana?
Untuk itulah, kali ini saya “harus menulis, apa pun itu”.
Akhirnya, saya menuliskan tentang kebuntuan, kebuntuan dalam menulis. Dalam hal
ini, saya tidak ingin menyalahkan siapa-siapa dan saya tidak akan berlaku
demikian. Wajar kan kalau tiba-tiba saja tanpa sebab yang jelas, ide yang tadi
seliweran di kepala bisa hilang seketika. Sama seperti orang yang merasakan
waktu hening, meski di dalam keramaian. (Baca juga: waktu hening).
Sebenarnya, saya sedang menasehati diri sendiri; seorang
penulis itu ya menulis, tidak peduli dalam situasi apa pun. Karena satu hal
yang pasti: sebuah tulisan tidak akan pernah jadi tulisan kalau tidak pernah
ditulis.
Dalam pada itu, kebuntuan yang saya alami sekarang ini “ternyata”
bukan saya saja yang mengalaminya. Saya ingat-ingat kembali, sekelas penulis
handal pun punya “kelemahan” yang satu ini. Dalam dunia tulis menulis, hal ini
disebut dengan ‘writer’s block’, kebuntuan penulis.
Lantas, “writer’s block’ itu berbahaya tidak? Sebelum saya
menjawab itu, saya hanya ingin bilang bahwa saya sedang buntu sekarang. Bagaimana
saya harus menjawabnya? Begini, kita berdamai sajalah ya. Kita sama-sama
belajar dari sebuah “kebuntuan”. Terkadang, ada saat-saat dimana kita, saya
khususnya, punya banyak ide dan cerita yang ingin disampaikan. Tetapi, dalam
prakteknya saya kehilangan “ide” tersebut. Sebenarnya, kalau dipikir-pikir, ide
itu sebenarnya tidak hilang, melainkan ‘ngumpet’ entah dimana. Kalau tidak
segera “ditangkap” dan dituliskan, ide itu bisa “menguap” dalam alam entah. Itu
dia bahayanya. Ide itu mahal, lho!
Seseorang yang lain bertanya, “bagaimana cara mengatasi
writer’s block itu?”, pertanyaan ini pernah juga saya ajukan kepada penulis senior
di hari yang lain di tahun yang berbeda. Mungkin, akan ada pertanyaan yang sama
saban harinya ke depan. Pertanyaan yang sama yang kan terus diulang-ulang. Sudah,
Anda enggak usah heran. Sudah lumrah, “manusiawi” kata orang. Sebagai pengingat
untuk orang yang lupa, pengayaan bagi yang sudah tahu dan pembelajaran bagi
yang baru tahu.
Beda orang tentu beda cara dalam mengatasi hal ini. Salah
satunya ya…. Teruslah menulis, meski itu “blank, blank, blank, dan blank”,
buntu, buntu, buntu, dan buntu. Seperti tulisan ini, misalnya. Cara ini saya
dapatkan di dalam kelas menulis di kampus beberapa tahun lalu.
Setelah beberapa kalimat atau mungkin paragraf selesai
ditulis, bisa jadi ide tadi muncul kembali. Semacam pemanasan dan flash back atau proses mengingat kembali
dengan cara menulislah istilahnya. ketika ide itu nongol lagi, ya secepatnya
ditulis. Jangan sampai kabur lagi.
Ketika sebuah ide muncul, maka tuliskanlah. Sesegera mungkin.
Dalam media apa saja. Seorang penulis ya harus siap dengan segala peralatannya.
Apa itu pena,
pensil, kertas; kalau lebih canggih lagi ya bisa di hape, tablet, laptop, dan bla
bla bla (silahkan isi sendiri…hehehe). Karena,
bisa jadi, ketika anda sedang dalam keadaan siap dan
berapi-apinya untuk menulis, tiba-tiba apa yang anda pikirkan tadi hilang dan
tidak tahu mesti nulis apalagi. Tetapi, ketika anda
sedang tidak memikirkan untuk menulis, bisa saja ide tersebut muncul. Ketika berjalan,
baru keluar kamar atau rumah, misalnya. Saat-saat yang singkat itulah anda
harus meluangkan waktu untuk menuliskan apa yang sedang anda pikirkan, di media
apa saja, seperti yang saya sebutkan tadi, sebelum ide itu hilang. Nah, ketika
anda punya waktu yang lebih leluasa, maka di sanalah anda meneruskan ide
tersebut menjadi sebuah tulisan yang utuh, ide yang dijabarkan.
Anda harus bersyukur, pikiran anda tidak hilang, “hanya”
ide. Maka tulislah apa yang anda pikirkan, jangan pikirkan apa yang ingin anda
tuliskan. Sederhana memang, seperti yang pernah anda baca atau anda dengar
sebelum-sebelumnya, namun butuh latihan agar menjadi mumpuni dalam
menerjemahkan “pikiran” tersebut ke dalam bentuk tulisan. Medianya bisa dimana
saja, tergantung Anda dan tempat anda berada.
Seperti tulisan ini, misalnya. Saya sedang menulis
tentang “kebuntuan” yang harus saya tuliskan. Anda sudah baca, kan judul
tulisan ini? Betul, judulnya “Menulis Ketika Pikiran Buntu”. Saya memang
benar-benar sedang “buntu” ketika menulis kolom ini. Beneran, jujur. Bedanya apa?
Saya tidak berhenti sampai di situ, di kebuntuan itu. “Pokoknya saya harus
menulis sekarang, apa pun hasilnya nanti”, begitu gumam saya tadi ketika
pertama kali melihat layar kosong melompong tanpa kata. Lalu, saya mulai menulis
judulnya dulu. Saya edit lagi, edit dan edit lagi. Baru kemudian saya mulai ‘curhat’
tentang kebuntuan itu. Kuncinya, menulislah, meski itu buntu. Dalam sebuah buku
tentang kepenulisan disebutkan—saya tidak ingat lagi judulnya apa-- “tulislah,
meski itu blank, blank, blank, dan blank”. Dan saya sedang mempraktekkan hal
itu. Maka, jadilah tulisan ini.
Satu hal yang patut anda ingat, kebuntuan itu terkadang
bukanlah akhir dari sebuah perjalanan seorang penulis kalau anda bisa
memutarnya menjadi sebuah tulisan tentang “kebuntuan”.
Terima kasih sudah membaca kolom tentang kebuntuan
pikiran saya dalam menulis. Semoga bermanfaat dan anda bisa memutar haluan agar
tidak buntu (lagi). Wallahu a’lam bisshawab!
Wah, hebat mantap. Pikiran tidak hilang, hanya "ide". Seperti kata bijak, ikatlah pengetahuan dengan menuliskannya.
ReplyDeleteYap, betul by Azhar. Dengan menulis ide dan sekaligus pengetahuan tidak akan lari. Justru makin terasah dan lekat. :D
DeleteSangat memotivasi bagi saya yang merasa selalu kebingungan untuk mulai menulis sesuatu.
ReplyDeleteOleh sebab itu saya berkomentar seperti ini, agar memancing intuisi dalam ide menulis.
terima kasih atas tips di balik kebuntuan yang mas rasakan.
Happy blogging (y)
Yap, bagus mas. Kira2 begitulah cara memancing intuisi menulis yg telah saya praktekkan.
DeleteSmoga bermanfaat dan teruslah menulis!
Smngat! :D