![]() |
Merdeka via segiempat.com |
Barangkali kita
sering, kadang-kadang, atau mungkin pernah terlintas di benak dan berpikir tentang arti kebebasan.
Kebebasan yang membebaskan. Lepas dari segala belenggu yang selama ini
menghentikan gerakan kita untuk bertindak bebas dan kreatif. Bebas dalam artian menuruti kata hati dan akal sehat, bukan nafsu.
Kebebasan itu layak
diperjuangkan. Layaknya seperti kemerdekaan. Bebas berpendapat, bebas bertindak
dan berpikir sesuai keinginan pribadi masing-masing yang dinaungi oleh akal
sehat dan suara hati. Siapa yang tidak menginginkan itu semua?
Selama kita hidup,
banyak hal telah kita rasa dan lihat di sekitar. Alam membahana, manusia
bergejolak. Masing-masing menginginkan a
real freedom, kemerdekaan sesungguhnya.
Kenapa saya
mengatakan demikian? Bebas tanpa aturan adalah bablas. Sama saja seperti binatang yang mengikuti hawa nafsu dan insting. Kita sebagai
makhluk yang berbeda dari binatang itu tentu punya kelebihan yang tidak
dimiliki mereka, akal. Lantas untuk apa anugerah yang telah diberikan sang Maha
Kuasa jika tidak kita syukuri dan pergunakan sebaik-baiknya?
Saya pernah berpikir,
di saat carut-marut dunia yang sedemikian rupa, korupsi meraja lela, pembunuhan
dimana-mana, pengkhianatan dan segala hal yang dilandasi oleh nafsu belaka.
Betapa tidak, orang yang selama ini kita amanahkan kekuasaan menyia-nyiakan
amanah itu. Demi birahi, segala cara dilakukan. Bukankah itu sama saja dengan
makhluk tanpa hati?
Kita berdamai sajalah
dengan segala keserakahan itu dan hidup dalam tidak ada aturan. Mau pergi
kemana saja silahkan dan mau berbuat apa silahkan. Tidak ada lagi aturan yang
membatasi gerak-gerik kita. Semua bisa terjadi dan bisa dilakukan, tanpa
terkecuali. Mau korupsi, membunuh, manipulasi,
bahkan mati sekalipun, silahkan! Tak ada lagi larangan dan aturan. Kita kembali ke alam sebelum lahir
batasan, sebelum agama ;perintah dan larangan Allah.
Toh, kita sudah melihat kebrutalan
yang dilakukan oleh hampir semua orang di muka bumi ini. Jika kepercayaan itu
tak ada lagi, bahkan jika yang
dipercayai, dikhianati
lantas
untuk apa lagi aturan yang dibuat manusia? Hanya menguntungkan kalangan
tertentu saja, yang lain menjadi
penonton bahkan menjadi tumbal
demi hasrat keji semata.
Nah, tentu kita tidak
ingin kembali ke zaman purba. Dimana yang paling kuat yang berkuasa dan yang
lemah menjadi hamba. Justru sebaliknya, bersama-sama kita menjadi kuat dan menjadi tuan di tanah
sendiri. Semoga!
Semoga :)
ReplyDeleteAmiiin.... Smoga.
DeleteTrimakasih,Karl! :D