Suasana di Blang Padang pada peringatan 10 Tahun Tsunami Aceh, via www.bbc.co.uk |
10 tahun sudah tsunami
Aceh berlalu, sejak 26 Desember 2004 silam. Berbagai kenangan telah melekat
dalam ingat dan ribuan tetes air mata telah jatuh dan diusap. Sedih? Tak usah
ditanya. Kehilangan? Pasti. Mengenang Tsunami adalah satu dari sekian kenangan
yang tak mungkin dilupakan.
Kalau ditanya kepada
korban tsunami atau keluarga yang ditinggalkan, tentu mereka akan meluapkan
emosi “kesedihan dan kehilangan” yang mendalam atas peristiwa satu dekade silam.
Matanya kerap akan berkaca-kaca mengenang peristiwa maha dahsyat itu. Saya saksikan
keheningan dan isakan tersebut kemarin malam (25/12/2014) di gedung ACC Sultan
Selim II ketika acara travelog turki berakhir. Acara yang mengusung “keterkaitan
sejarah antara Aceh dan Turki” itu dibuat bertepatan dengan peringatan 10 tahun
tsunami Aceh. Saya yang berkesempatan hadir di malam itu turut merasakan “kehilangan”
yang dirasakan dalam lantunan doa kepada arwah yang telah mendahului kita 26
Desember 2004 lalu.
Seorang wanita menangis di halaman Mesjid Raya Baiturrahman 10 tahun silam, via www.voa-islam.com |
Para hadirin turut larut
dalam tetesan air mata dan penuh renungan serta merasakan waktu hening. Belum
lagi pada acara peringatan puncak peringatan 10 tahun tsunami Aceh di Blang Padang tadi pagi, 26 Desember 2014.
Acara yang dihadiri 34 kedubes atau perwakilan negara sahabat yang ikut turun
tangan pada saat rehab rekon berlangsung khidmat.
Di samping itu, banyak
karib kerabat yang mengunjungi kuburan massal dan berdoa di sana. Isak tangis
mewarnai suasana kesyahduan dan kehilangan di sana. Acara ini juga diperingati
di sekolah-sekolah dengan membaca yasin dan doa. Seorang teman yang saya tanyai
perihal kenangan 10 tahun silam mengatakan begini “saya ikut hanyut waktu itu. Bapak
yang semula memegang saya kemudian pegangannya lepas dan ikut terbawa arus
beserta lumpur dan material lain. Sedangkan keluarga lain, saya tak tahu di
mana sampai sekarang. Setelah itu saya tinggal bersama pak cik yang tinggal di
luar Banda Aceh yang mencari kami setelah tsunami”, katanya sambil mengusap air
mata. Dia melanjutkan, “Kini, semua nasehat yang pernah diberikan oleh bapak
dan ibu kepada saya kerap saya ingat dan akan saya laksanakan sepenuh hati. Karena
hanya itu yang tinggal bersama saya. Dan itu membuat saya tegar dan bertekad
meraih cita-cita saya.” Tutupnya dengan mata berbinar dan tatapan pasti.
Nama-nama korban Tsunami di Museum Tsunami, Photo: Muksalmina Blc |
Persoalan
lain
Tsunami memang telah
berlalu, namun persoalan belumlah selesai. Masih banyak urusan yang belum
dituntaskan. Bantuan yang semula diberikan sebagai “replacement” atau pengganti penghasilan masyarakat sebelum tsunami,
ternyata masih menuai tantangan tersendiri. Diantaranya adalah belum adanya
kesinambungan setelah bantuan diberikan hingga sekarang. Hanya sejumlah orang
saja yang masih bertahan dengan pekerjaan setelah tsunami. Sisanya kembali
menjadi “korban”.
Tentu, kita tidak bisa
menyalahkan satu pihak di atas pihak yang lain. Kita mesti melihat persoalan
ini dari berbagai aspek. Mulai dari korban itu sendiri, apa yang dibutuhkan. Pihak
donor atau donator, hingga kepada pemerintah. Apakah dana atau bantuan yang
diberikan kepada korban tsunami hanya sebatas memberi tanpa perlu tahu dana itu
digunakan kemana; adakah pembinaan yang dilakukan selama ini sehingga dana itu
bisa digunakan semaksimal mungkin dan bisa berkelanjutan.
Pasalnya, selama ini ada
bantuan yang sepeninggal pendonor bantuan itu tinggal puing, barang rongsokan tak
terpakai atau dana yang telah diterima “hilang” entah kemana. Nah, di sinilah
yang perlu dibuat rumusan baru tentang keberlanjutan bantuan dan memberdayakan
ekonomi masyarakat korban tsunami. Sehingga, masyarakat korban tsunami dapat
mempertahankan dan melangsungkan hidupnya selepas kepergian pihak pendonor. Artinya,
mereka—para korban tsunami—tidak kembali ke keadaan seperti semula setelah
tsunami menerpa.
Persoalan ini patut
menjadi renungan kita bersama dan segera menemukan solusi yang cemerlang. Mari membangun
Aceh lebih baik (lagi)! Belajar dari masa lalu dan menatap masa depan!
Peringatan Tsunami kali ini, aku sedang tidak berada di Aceh :(
ReplyDelete:D gpp kak. InshaAllah peringatan Tsunami yg akan datang kk udah di Aceh kan? Bawa oleh2 dari korea,hehe
Delete