“Penyu, kemana pun
dia pergi akan selalu pulang ke tempat asalnya. Begitupun kita seharusnya,
kemanapun kita pergi; menuntut ilmu,berkelana, akhirnya kita harus kembali ke
tempat dimana kita berasal. Membangun negeri atau apapun”, kata Desi Fitriani.
Ia suka penyu dan ikut andil dalam membudidayakannya. Hal ini ia ceritakan
dalam acara “sudut pandang” di metro tv dua tahun silam, edisi 9 Desember 2012
bersama Fifi Aleyda Yahya.
Acara ini menjadi salah
satu inspirasi saya. Dari sini, saya bisa menyaksikan kisah orang-orang yang
berbuat lebih, bukan untuk dirinya saja. Mereka berbuat karena mereka memang
peduli.
Mereka berbuat karena mereka ingin mempersembahkan “sesuatu” kepada orang lain atau lingkungan sekitarnya. Kiranya, hal yang demikian patut kita ikuti dan teladani. Tentunya, sesuai dengan kemampuan dan minat masing-masing.
Mereka berbuat karena mereka ingin mempersembahkan “sesuatu” kepada orang lain atau lingkungan sekitarnya. Kiranya, hal yang demikian patut kita ikuti dan teladani. Tentunya, sesuai dengan kemampuan dan minat masing-masing.
Kita tidak pernah
tahu apa yang bisa kita persembahkan kalau kita tidak belajar peka dan peduli.
Kaca
mata kuda
Hidup memang tentang
masa depan. Tentang cerita, cita dan segudang harapan dan impian yang ingin
kita peroleh. Namun, terkadang, hidup akan terasa kurang bermakna tatkala kita
hanya hidup untuk sendiri. Kita tidak pernah mau peduli tentang keadaan sekitar
atau sedang terjadi apa pada orang selain kita. Dengan hanya melihat ke depan,
seolah-olah kita sedang memakai “kaca mata kuda”. Lihatlah bagaimana kuda berlari kencang dengan kacamatanya. Ia tidak hirau akan keadaan sekitar.
Kalau kuda di suruh
berlari kencang, ia patuh saja. Ia tidak bisa melihat jalan di depan atau di sekitar.
Ia terus berlari ke depan. Memang, dalam melatih kuda, “kaca mata”-nya sangatlah
perlu agar ia semakin mahir dan lincah berlari, walau dalam keadaan perang
sekali pun. Ia tak akan takut untuk terus
berlari. Akan
tetapi, kita bukanlah kuda. Dan kita tidak seharusnya memakai “kaca mata” kuda.
Toh, kita punya kaca mata sendiri,
kaca mata manusia.
Menoleh Sejenak
Jadi, sudah
sepatutnya kalau kita sesekali menoleh ke samping; kiri, kanan, dan ke belakang.
Melihat sejenak dan berupaya sebaik mungkin agar keadaan menjadi semakin baik
(lagi). Kalau kita sukses, kita sukses bersama-sama. Atau, kala sukses sudah di tangan, kita membantu orang lain agar
ikut sukses. Bukankah itu menyenangkan?
Beberapa waktu lalu, saya sempat berkenalan
dengan Marry Riana—via buku—tentang cerita sukses dan mimpi sejuta dolar. Tentang bagaimana ia merasakan pahit dan
getirnya kehidupan di negeri singa. Cerita tentang ia membiayai kuliahnya
sendiri dan membangun jaringan dengan orang lain. Singkatnya, ia pun Berjaya. Ia
sudah memiliki beberapa perusahaan dan mimpi sejuta dolarnya telah tercapai. Akankah
ia berhenti? Tidak, setelah sukses, ia kembali ke Indonesia dan bertekad
membantu orang Indonesia agar ikut sukses. Nah, inilah yang saya sebut sebagai “menoleh
sejenak” dan “kembali ke asal”.
Hal yang serupa juga
dilakukan oleh Prof. Johannes Surya. Walau ia telah mendapat segudang prestasi
dan kesuksesan di negeri Paman Sam, ia akhirnya memutuskan untuk kembali ke
Indonesia dan bertekad membangun negeri. Padahal, kalau dilihat dari segi fasilitas,
semuanya tersedia di sana, Amerika. Tetapi, ia melihat bahwa bangsa Indonesia
butuh dirinya. Maka ia kembali dan berbakti kepada negeri, bumi pertiwi.
Sebenarnya, banyak tokoh
masyarakat yang “menoleh ke belakang dan kembali ke asal”. Rhenald Kasali, Guru
Besar Master Manajemen Universitas Indonesia mendirikan “rumah perubahan”. Dalam
sejumlah artikel, ia menulis tentang pemberdayaan manusia. Bahwa manusia
Indonesia harus sukses dan punya kemampuan untuk bangkit. Tokoh lain pun ikut
andil dalam “perubahan”. Lihat saja seperti BJ. Habibi, mantan Presiden RI. Ia
telah sukses di negeri eropa, Jerman, tapi memilih kembali ke Indonesia untuk
berbakti.
Nah, tunggu apalagi? Mari
menggapai sukses dengan cara masing-masing, menoleh sejenak dan kembali ke
asal.
Sumber gambar: safinnatunnajah.blogspot.com
0 comments:
Post a Comment