Mimpi memang gratis, namun mewujudkan
mimpi menjadi kenyataan itu tidaklah gratis. Ada harga yang mesti dibayar. Karena
mimpi itu tidak bakal jadi kenyataan hanya karena kita memimpikannya. “It’s a
hard work that makes things happen, you should pay for something worthy”. Suatu
usaha yang tidak mudah untuk mewujudkannya, Anda harus membayar untuk sesuatu
yang bernilai/berharga”. Meski yang dibayar tidaklah semata-mata dengan uang.
Seorang teman menambahkan, “Usaha itu
wajib, yang diiringi dengan doa dan sabar”.
Memang, di alam mimpi, semua hal bisa
terwujud. Mau jadi presiden, konglomerat, atau buruh dan karyawan, tidak jadi
soal. Layaknya “om Jin” dalam serial “Jinny oh Jinny” beberapa waktu lalu di
sebuah tv swasta. Atau bisa dengan tiga permintaan kepada jin dalam lampu,
setelah digosok-gosok, dalam film “Aladdin: negeri 1001 malam”. Atau,
jangan-jangan jin pun hanya akan mengabulkan permintaan si tuan setelah dibilang
“wani piro?”, seperti dilakonkan dalam sebuah iklan.
Hidup ini tidaklah sepenuhnya seperti di
alam mimpi. Ada fase-fase kehidupan yang mesti dijalani demi tujuan tertentu. Raihlah
mimpi itu dan jadilah pembuat mimpi menjadi kenyataan, bukan sekadar pemimpi.
Berani bermimpi adalah perihal yang
berani, mewujudkan mimpi itu adalah sikap seorang ksatria. Mimpi, kalau
dikaji-kaji, adalah bentukan alam pikiran yang sering diidam-idamkan. Sehingga,
timbullah kata, nanti terbawa mimpi.
Maka benarlah mereka yang berkata
demikian. Sebab, sesuatu yang diimpikan akan mempengaruhi alam bawah sadar
kita. Lantas, apakah kita mau mewujudkan mimpi itu atau tidak?
Bersebab demikian pula, Paulo Coelho,
penulis “The Alchemist”, pernah bilang: Apakah Anda dibayar untuk mewujudkan
mimpi orang lain atau Anda akan membayar harga dari mimpi anda. Pilihan ada di
tangan Anda.
Bahasa asing
Pernah suatu ketika, guru saya, ustadz
Fauzan berkata begini,”kalau kamu bisa mimpi dalam bahasa Inggris atau Arab,
maka kamu sudah bisa kedua bahasa tersebut”. Kala itu, saya dan teman-teman
seangkatan memang sedang menempuh pendidikan dengan lingkungan bahasa Inggris
dan Arab. Tidak diperbolehkan berbahasa selain ke dua bahasa itu.
Dan kira-kira setahun kurang tiga minggu
setelah itu, saya melapor kepada guru tersebut bahwa semalam saya bermimpi
dalam dua bahasa tersebut. Betapa senangnya saya ketika itu. Beliau menambahkan
semangat saya, “nah, kamu sudah bisa bahasa Arab dan Inggris. Belajar lebih
tekun, kelak bisa keluar negeri”.
Selanjutnya, yang bermimpi naik mobil
mewah sekelas porche, Ferrari atau Lamborghini, tak ada yang mempersoalkan. Toh,
wajar-wajar saja, namanya juga mimpi. Yang jadi soal adalah bagaimana bisa naik
mobil mewah kalau sampai siang bolong masih mimpi?
Mengenal
diri
Dalam sebuah hadits disebutkan, “man
‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu”. Barang siapa yang mengenal dirinya, maka
ia telah mengenal Tuhannya. Sekarang, yang jadi pertanyaannya, diri sendiri
saja belum kenal, bagaimana mungkin bisa mengenal Allah? Terlebih orang lain.
Lebih lanjut, mengenal diri juga
berpengaruh besar terhadap kemampuan pribadi. Dengan mengenal potensi yang ada
pada diri sendiri, kita akan tahu kemana kaki semestinya melangkah. Apa yang
patut dan tidak. Hal ini juga dinamakan dengan visi. Untuk mewujudkan visi itu,
kita mesti punya misi, strategi. “Tambah satu lagi, fokus pada apa yang ingin
diraih”, timpa Makmur --teman saya-- di sela-sela ngopi. Suka atau tidak,
perjalanan mesti dilanjutkan.
Karena sukses bukanlah hasil semata,
sukses adalah “continuous journey”, tak pernah berakhir. Karena dengan
proseslah karakter dan kepribadian kita akan terbentuk. Karakter seorang
pemenang, bukan seorang pengeluh, apalagi pecundang.
Sumber gambar:butnowwhat.com
Nice mas bro.. Apalagi ngutip omongan si temanmu itu, hehehe
ReplyDeleteHaha..... Thanks, bro. Sering-sering ajaa yaa "si teman" itu bilang-bilang petuah, apalagi kalo sering ditraktirin kopi. :D
Delete