//]]>

Karena Tidak Semua Orang yang Melintas Berpandangan Sama!

Tulisan Ringan Justru Lebih Asik





Menulislah, karena seringan ringan tulisan adalah tulisan yang ditulis. Via syaiha.com

Saya suka tulisan ringan. Bukan ringan isi saja, tapi juga cara penyampaiannya. Terkadang, hal yang berat pun jadi bacaan asik jika disampaikan dengan cara yang menarik. Walaupun materinya berat, bila penyampaiannya enak dan enak tentu akan mudah dipahami. Ujung-ujungnya akan timbul cinta. Cinta untuk membaca dan menyimak serta mengikuti pembahasan tersebut.

Dalam pada itu, seringnya, pembaca akan merasa terhibur karena memang penyampaiannya asik. Bila pun yang dibahas adalah hal yang berat, tapi orang akan berusaha memahami karena memang itu menarik.

Kalaulah boleh saya hadirkan tamsil, contoh persoalan klasik, adalah pelajaran Kimia dan Matematika ketika di sekolah dulu. Kedua-duanya saya suka. Dan alhamdulillah saya kuasai waktu sekolah dulu. Di antara Matematika dan Kimia, saya lebih mafhum Matematika. Di samping karena saya keseringan ngerti karena sering belajar bersama, penyampaian di kelas juga asik.

Namun berbeda halnya dengan Kimia. Konon, Saya baru setingkat di atas mengerti Kimia itu ketika berada di bangku aliyah, senior high. Sebelum-sebelumnya saya hanya belajar untuk lulus ujian saja.

Misalnya saja tentang kimia dan statistik. Kedua subjek tersebut telah saya sukai sejak lama, namun tidak sampai pada tahap cinta. Toh, saya tidak ngerti. Saya hanya mengulang-ulang sebatas perlunya saja. Misal, mengulang untuk bisa lulus ujian atau mau buat penelitian pakai statistik. Setelah itu, entah kemana. Saya tak peduli.

Begitu juga halnya dengan persoalan-persoalan yang rumit, penjelasan yang rumit semakin memerunyam inti persoalannya. Ujung-ujungnya, tak ada yang mau peduli. Karena semuanya sudah rumit bahkan masuk pada tahap komplikasi.

Coba Anda bayangkan jika hal yang sudah sedemikian rumit, lalu ada orang yang mau menyelesaikannya dengan bahasa yang sederhana. Ia bisa disebut sebagai negosiator, mediator atau apalah namanya. Ia lantas bertanya satu persatu dan mengurai persoalan. Dan ternyata, intinya sudah dapat. Hanya karena persoalan komunikasi saja yang kurang baik, sehingga, orang-orang tidak paham sampai “sang pencerah’ itu muncul. Setelah beberapa analisa, penguraian masalah itu dijabarkan dalam bahasa yang sederhana. Kedua belah pihak bisa saling mengerti.

Persoalan selesai, setidaknya, untuk sementara waktu.
Share on Google Plus

About Lintasanpenaku

    Blogger Comment
    Facebook Comment

8 comments:

  1. Berah Mas Bro.. :D
    Persoalan berat tuliskan dengan bahasa yang ringan. Persoalan ringan? Tuliskan dengan bahasa yang berat. Haha

    ReplyDelete
    Replies
    1. @safariku: Haha....persoalan ringan tuliskan dgn bahasa yg lbh sederhana... :p
      Seolah-olah tak ada masalah,krna masalah itu muncul krna sudut pandang kita... :D

      Delete
  2. Saya suka tulisan ini, salah satu tulisan ringan, dari segi isi maupun penyampaiannya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. @kak Eky: Thanks kak... Moga tulisan selanjutnya jg suka yaaaa.... :D

      Delete
  3. Tapi untuk menulis ringan, kita butuh sesuatu yang berat, Bang Marcel. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yap, betul bg cit.
      Justru dsitu letak keistimewaan seorang penulis. Bisa menulis dengan bahasa yang sederhana setelah membaca hal yang berat. Hehe :D

      Delete