Saya suka tulisan ringan. Bukan ringan isi saja, tapi juga cara penyampaiannya. Terkadang, hal yang berat pun jadi bacaan asik jika disampaikan dengan cara yang menarik. Walaupun materinya berat, bila penyampaiannya enak
dan enak tentu akan mudah dipahami. Ujung-ujungnya akan timbul
cinta. Cinta untuk
membaca dan menyimak serta mengikuti pembahasan tersebut.
Dalam pada itu, seringnya, pembaca akan
merasa terhibur karena memang penyampaiannya asik. Bila pun yang dibahas adalah
hal yang berat, tapi orang akan berusaha memahami karena memang itu menarik.
Kalaulah boleh saya hadirkan tamsil, contoh persoalan klasik, adalah pelajaran Kimia dan Matematika ketika di sekolah
dulu. Kedua-duanya saya suka. Dan alhamdulillah saya kuasai waktu sekolah dulu.
Di antara Matematika dan Kimia, saya lebih mafhum Matematika. Di samping karena
saya keseringan ngerti karena sering belajar bersama, penyampaian di kelas juga
asik.
Namun berbeda halnya dengan
Kimia. Konon, Saya baru setingkat di atas mengerti Kimia itu ketika berada di bangku aliyah, senior high. Sebelum-sebelumnya saya hanya
belajar untuk lulus ujian saja.
Misalnya saja tentang kimia dan
statistik. Kedua subjek tersebut telah saya sukai sejak lama, namun tidak
sampai pada tahap cinta. Toh, saya
tidak ngerti. Saya hanya mengulang-ulang sebatas perlunya saja. Misal,
mengulang untuk bisa lulus ujian atau mau buat penelitian pakai statistik.
Setelah itu, entah kemana. Saya tak peduli.
Begitu juga halnya dengan persoalan-persoalan
yang rumit, penjelasan yang rumit semakin memerunyam inti persoalannya. Ujung-ujungnya, tak ada yang mau peduli.
Karena semuanya sudah rumit bahkan masuk pada tahap komplikasi.
Coba Anda bayangkan jika hal yang
sudah sedemikian rumit, lalu ada
orang yang mau
menyelesaikannya dengan bahasa yang sederhana. Ia bisa disebut sebagai
negosiator, mediator atau apalah namanya. Ia lantas bertanya satu persatu dan
mengurai persoalan. Dan ternyata, intinya sudah dapat. Hanya karena persoalan komunikasi saja yang kurang baik,
sehingga, orang-orang tidak paham sampai “sang pencerah’ itu muncul. Setelah beberapa analisa,
penguraian masalah itu dijabarkan dalam bahasa
yang sederhana. Kedua belah pihak bisa saling mengerti.
Berah Mas Bro.. :D
ReplyDeletePersoalan berat tuliskan dengan bahasa yang ringan. Persoalan ringan? Tuliskan dengan bahasa yang berat. Haha
@safariku: Haha....persoalan ringan tuliskan dgn bahasa yg lbh sederhana... :p
DeleteSeolah-olah tak ada masalah,krna masalah itu muncul krna sudut pandang kita... :D
setuju, bang marcell!!
ReplyDelete@Haekal: Thanks karl... :D
DeleteSaya suka tulisan ini, salah satu tulisan ringan, dari segi isi maupun penyampaiannya :D
ReplyDelete@kak Eky: Thanks kak... Moga tulisan selanjutnya jg suka yaaaa.... :D
DeleteTapi untuk menulis ringan, kita butuh sesuatu yang berat, Bang Marcel. :D
ReplyDeleteYap, betul bg cit.
DeleteJustru dsitu letak keistimewaan seorang penulis. Bisa menulis dengan bahasa yang sederhana setelah membaca hal yang berat. Hehe :D