Dalam sebuah pertemuan, seorang
kawan mengatakan bahwa ia lupa tema pertemuan kali ini. Lantas ia bertanya pada
saya. Saya pun memberitahunya dengan sebenar. Ia menambahi, lupanya ini sudah
tingkat parah. Ia sangat malu ketika ditanya sama atasannya, apakah tugas yang
baru saja diminta sudah selesai atau belum. Padahal, sang atasan sudah sejak 3
jam yang lalu memberitahunya. Tugasnya tidaklah sulit, cuma mengecek apakah bak
air sudah penuh atau belum. Lantas ia bertanya kembali kepada sang atasan, "Ibu menyuruh saya apa
ya tadi?"
Waduh, kacau. Tak karuan sang
atasan diam sembari mengernyitkan dahinya. Dengan wajah tak bersalah, teman
saya itu bertanya lagi untuk kesekian kalinya. Si bos pun mencak-mencak dan memarahinya
sejadi-jadinya. Tak bisa membela diri. Karena urusan itu juga didengar oleh
seluruh karyawan yang lain. Ia pun, akhirnya, minta maaf.
Sebaliknya, ia tidak bisa
melupakan makian dan serapahan atasannya. Sampai ke detail kalimatnya pun ia
masih ingat. Plus intonasi sang atasan ketika marah dan gesturenya. Kalau saya
minta dia untuk memperagakannya pasti ia bisa saat ini juga. Bahkan,
kadang-kadang ketika ia lagi serius sekali dalam berdebat dengan sejawatnya di
warung kopi, saya menyela pembicaraannya. Lem, enak ya kena siraman iman sama
si bos. Hehe.
Tanpa diberi aba-aba, dia segera
membela diri sambil memeragakan layaknya bos sedang marah. Lengkap dengan
sentilan yang dibuatnya sendiri. Kami ketawa terpingkal-pingkal. Tak sanggup
menahan. Walaupun ia kesal, tapi bisa menjadi bahan guyonan bagi kami.
Hahaha....
Dari kedua pemaparan di atas, ada
dua sisi yang dapat kita lihat. Pertama, lupa pada apa yang seharusnya. Kedua, tidak bisa melupakan saat ia dimarahi.
Lantas, untuk persoalan pertama, lupa yang
demikian itu hendaklah tidak dibiarkan merajalela. Rugi sendiri nanti. lalu, bagaimana seharusnya dalam menyikapi lupa? Seyogianya,
kalau ia memang tipe pelupa, ia menuliskan catatan-catatan penting atau membuat
“to-do list”. Agar keseringan lupa dapat ia siasati dengan menambah “ingatan”
melalui catatan. Tentu, ini bukanlah jalan satu-satunya untuk mengatasi “lupa”.
Dalam sebuah diskusi, karib saya sering mengingatkan agar sering-sering “berzikir”
dan menghapal Al-Quran, minimal ayat pendek. Karena dengan menghapal Al-Quran,
bukannya memori di otak kita akan semakin berkurang layaknya komputer, melainkan
akan semakin bertambah. Itulah hebatnya otak manusia. Juga, di waktu “senja”
atau tua, hapalan al-Quran akan menghindarkan kita dari pikun.
Selanjutnya, ingat pada waktu-waktu
tertentu. Momen-momen dimarahin, terdampar di suatu pulau, dilabrak orang, kena
skors, dan pengalaman pahit lainnya terkadang sangat sukar dilupakan. Begitu pula
saat-saat senang. Waktu menang lomba blog, dimuat tulisan di koran, mendapat
penghargaan prestise, atau mungkin dapat berfoto dengan pesohor di Indonesia
atau di muka bumi ini, mungkin, akan mendapat tempat tersendiri di dalam
ingatan kita. Sudah lumrah, begitu kata orang.
Dalam pada itu, mengingat-ingat terus
kesalahan dan kejelekan orang lain adalah perihal yang patut dihindari. Karena,
hanya mengingat kejelekan dan kesalahan orang lain tanpa melihat kebaikannya
adalah tindakan yang tidak adil. Hal itu juga akan mengurangi memoir indah yang
patut dikenang oleh otak kita. Dengan mengingat yang positif, kita akan semakin
menjadi pribadi yang positif. Semoga!
Anugerah
dan musibah
Memberi sedekah atau membantu orang lain
adalah perihal yang sangat mulia. Tidak patut diingat-ingat. Karena keseringan
mengingat, apalagi sampai mengungkit, sungguh tidak enak didengar oleh yang
menerima bantuan. Kalau alasannya untuk menginspirasi orang lain, ya tidak
masalah. Dan untuk alasan yang diluar dari itu, lupa di sini adalah anugerah.
Sebaliknya, yang diberi pertolongan sudah
sangat patut untuk tidak melupakan kebaikan orang lain. Karena dengan demikian,
kata syukur akan semakin lekat dalam ingat dan, tentunya, orang yang membantu
akan senang.
Dan, Anda tahu, lupa yang sangat parah
adalah lupa daratan. Itu musibah namanya. Karena, walau bagaimanapun, kita
tidak selamanya di langit atau di awing-awang. Masih ada bumi tempat kita jatuh
atau berpijak suatu ketika. Sekadar catatan, kita butuh tanah (daratan) untuk “beristirahat
panjang”.
Biar tidak banyak lupa, jangan banyak liat aurat yang bkn hak kita. Kata kawan. hahaha
ReplyDeletenice post bang :D
Haha.... "Jangan banyak", dikit boleh yaaa?
DeletePeace... Btul tu karl. :D
Thanks,karl! ::D
Lupa dua2anya,
ReplyDeleteHehe... :D
DeleteSmoga lbih banyak anugerahnya yaaa....
Saya hampir "lupa" berkomentar. Bereh Mas Bro, memang droneuh motivator. Haha
ReplyDeleteHahaha....
DeleteSmoga "lupa" membawa berkah...
:D thanks, Mas Bro. Smoga menjadi kenyataan dan doa droeuenh maqbul. آمــــــــــــــــــين يا رب العالمين :D
Pemilahannya jeli ya. Bagus.
ReplyDelete^^
Makasih Isni :D
DeleteSmoga ke depan smakin bagus yaaa :D
Thanks for visiting ;)