“Ayahanda dan Ibunda tercinta!
Dengan datangnya surat ini, Ananda beritahukan bahwa Ananda dalam keadaan sehat wal afiat di perantauan. Semoga ayahanda dan ibunda juga senantiasa dalam lindungan Allah. Kuliah ananda selama ini lancar sekali. Malah, ananda sudah diangkat menjadi asisten dosen salah satu mata kuliah. Dengan demikian, sedikit banyak kebutuhan ananda sudah terpenuhi. Terima kasih atas ketulusan doa yang ayahanda dan ibunda panjatkan selama ini kepada Allah. Semoga ananda semakin sukses di perantauan dan membawa hasil yang gemilang. Kelak, semoga ananda bisa berbakti kepada agama, nusa dan bangsa. Membahagiakan ayahanda dan ibunda serta keluarga tercinta, dan tentunya bisa segera pulang ke kampung halaman”.
Kira-kira itulah petikan kalimat
yang tersematkan di surat yang dikirimkan abang saya tempo hari kepada
orangtua kami. Kala itu saya masih duduk di bangku sekolah dasar di kampung, sedangkan abang saya sedang menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Banda Aceh. Saya sempat
membaca surat tersebut setelah dibaca oleh kedua orangtua saya.
Saya belum bisa
benar-benar menghayati akan apa yang ditulis dan apa yang sebenarnya dilakukan
di perantuan. Kelak, setelah saya berada di perantauan, baru saya paham akan
apa arti “sehat, perantauan, sukses, bahagia, dan tentunya rindu orangtua dan
kampung halaman”.
Barusan saya juga membaca surat. Isinya
berbeda dengan yang di atas. Informasi dan berita terkini tentang Aceh,
Indonesia dan dunia. Dalam istilah lain, ia disebut dengan surat kabar. Karena berisi
kabar dan berita atau sekadar informasi. Akhirnya, saya jadi tahu akan peristiwa
yang terjadi di Aceh secara keseluruhan, Indonesia dan dunia.
Walaupun berbeda isi dan maksud, tujuannya
tetap sama, yaitu agar dibaca. Layaknya ngobrol, tulisan pun punya maksud yang
tak jauh berbeda. Sehingga, antara penulis dan pembaca akan tercipta suasana
yang klop dan pesan tersampaikan.
Menyentuh Pembaca
Dengan surat segala keluh kesah dan canda tawa hingga maksud hati seseorang
akan dapat disampaikan secara nyata. Kita bisa mengungkapkan isi hati kepada
orang yang kita sayangi dan pembacanya akan sangat tersentuh jika isinya penuh
makna dan ketulusan.
Surat punya beragam bentuk dan
tatacara, tergantung dari maksud dan kemana surat itu dituju. Saya mengingat
menulis tentang surat karena ia punya nilai yang fantastis. Bayangkan ketika
kita berada dalam jarak pandang yang jauh dengan seseorang yang kita sayangi,
orang tua maupun lainnya. Untuk bertegur sapa, tempo dulu kita menuliskan surat
kepada yang dimaksud. Dengan begitu kita seakan-akan berinteraksi dengan
pembaca surat, face to face.
Menurut KBBI, surat bermakna
sebagai kertas dan sebagainya yang bertulis. Juga sesuatu yang ditulis; yang
tertulis; tulisan. Intinya, sesuatu yang ditulis.
Seiring perkembangan zaman, surat
telah digantikan dengan surat elektronik (e-mail).
Hanya dengan koneksi internet, kita dapat mengirimkan surat langsung kepada
yang dituju dalam waktu singkat. Betapa tidak, dalam hitungan detik surat yang
kita kirimkan akan dapat segera dibaca oleh orang yang kita alamatkan.
Dalam
pada itu, e-mail tersebut tidak akan
nyasar atau diterima oleh orang lain, kecuali alamatnya salah. Tinggal memencet
tombol keyboard, baik di laptop
maupun hp, bahkan tinggal menyentuhnya di layar (tablet, smart phone) langsung bisa dibaca dan dibalas seketika. Tanpa
menunggu waktu yang lama, penulis dan pembaca surat dapat berkomunikasi
seakan-akan mereka dapat “menyentuhnya”.
Nilai Klasik dan Seni
Bahkan, di saat dunia serba
elektronik dan berhubungan dengan internet, surat dirasakan oleh sebagian
kalangan mempunyai nilai klasik dan seni. Klasik karena tidak semua orang punya tulisan tangan yang bagus. Punya nilai seni karena dapat menjalin komunikasi yang intens dengan si pembaca, yang hanya dilukiskan lewat rangkaian
kata-kata yang digoreskan tinta, dibaluti likuk hurufnya yang menawan. Bahkan,
ketika kata pertama dibaca, pembaca tidak sabar untuk menghabiskan isi surat
tersebut. Begitulah dahsyatnya kekuatan tulisan. Bisa merubah perasaan,
tindakan dan perilaku pembacanya. Baik sekarang, maupun di masa yang tidak
dapat diprediksi.
Lantas, menulis (surat)? Kenapa tidak!.
Sumber gambar: justsomepoesy.wordpress.com
Dear Mr Surat,
ReplyDeleteAku hampir lupa padamu
Kau yang pernah aku buat
Kau yang pernah aku kirim
Kau yang pernah aku terima
Kau yang pernah aku baca
Mr. Surat
Kau kadang tak hanya membawa kabar
Kau bawa pula air mata
Mr Surat
Aku merindukanmu saat aku sudah terbiasa dengan surat-surat elektronik
Kini aku ingin menjadi kau
Biar kau-lah
yang menulisku
yang mengirimku
yang menerimaku
yang membacaku
Bila ada sumur di ladang
bolehlah kita menumpang mandi
Bila kau di sana sekarang
bolehlah aku kau ganti
Salam,
Sahabatmu yang hampir lupa
Koki Kata
7 Mei 2014, Dunia Maya
@Makmurdimila: kutunggu sepucuk surat itu datang.
ReplyDeleteentah ia darimu, atau dirimu yang menjelma surat.
:D
nice poet, makmur :D
Alhamdulillah,,, puisi saya dimuat di sini. Pengiriman honornya gimana, Mas Bro? :D
ReplyDeleteHaha.
Haha.... Utk saat ini honornya blm tersedia, mudah2an ke depan bisa ada. Ato ada yg mau memberikan donasi.... Silahkan! Hehe
DeleteAbove all, di sini kita bisa berbagi :D