![]() |
Welcome to Pekan (Gampong) Kreatif |
Siang itu, suasana di Taman
Putroe Phang sedikit lebih ramai dari biasanya. Tenda-tenda berjejer di sisi
kiri dan kanan sepanjang jalan masuk ke taman.
Dentuman musik agak sedikit ngebeat
mengiringi perjalanan saya dan teman-teman (blogger) ketika itu. Ada penjaga
stan yang ikut menyapa kami agar mampir ke tempat mereka. Kecuali stan boutique, semua stan telah kami jelajahi.
“Silahkan isi daftar buku tamu
dulu, bang”, pinta salah seorang penjaga stan. Namanya Donny. Ia bertugas
menjaga stan Agam Inong Banda Aceh kala itu. Sejurus kemudian, nama saya pun
sudah saya tulis, lengkap dengan bubuhan tanda tangan dan tempat tinggal di
buku kecil berwarna batik kecoklatan.
Rasanya kurang lengkap kalau
jalan-jalan tanpa foto, meski foto itu sendiri bukanlah sekadar pelengkap. Nah,
sebagai dokumentasi, kami juga berfoto di sana. Selain itu, majalah “Diwana”,
peta wisata Banda Aceh, juga beberapa informasi menarik lain seputar Banda Aceh
sudah berada dalam genggaman saya. Setelah lirik sana lirik sini, kami pun
berpamitan mau singgah ke stan yang lain.
Bermacam gaya, hehe :D |
Stan penjual baju gamis dan kosmetik kami lewati, lalu berjumpa beberapa teman yang tengah berada di stan LTF,
Learning Toefl for Free. Sebuah komunitas yang digagas oleh sekalangan anak
muda untuk saling belajar “menuntaskan” TOEFL. Setelah berbincang-bincang dan
melihat-lihat dokumentasi kegiatan mereka, saya pun pamit mau menuju ke stan
berikutnya.
Di sebelahnya, berdiri stan FLP.
Beberapa punggawa yang disana sudah tak asing lagi di mata saya. Setelah
bersalaman dan bertegur sapa, saya diminta untuk menuliskan pesan/kesan di
kertas yang selanjutnya di tempel di pohon. Bukan pohon beneran ya, pohon
buatan yang tingginya hanya sekitar 185 meter, hehe. Tanpa sungkan-sungkan, tentunya
setelah diminta juga, hehe.., saya menuliskan apa yang terlintas di benak
ketika itu. Selang berapa lama kemudian, saya juga berpamitan untuk berkunjung
ke stan berikutnya.
Melewati stan buku Bandar
Publishing, buku Hasan di Tiro menarik perhatian saya di samping beberapa buku
lain. “Unfinished Story” dan “Aceh bak Mata Donya” adalah dua judul yang saya
kira “wajib” dibaca oleh ureung Aceh. Bukan sekadar
alasan pemberontakan, namun lebih dari penghayatan kita sebagai individu yang
punya jati diri yang tidak boleh hilang di mana pun kita berada.
Di stan paling ujung, berdiri
SMTI Banda Aceh. Di depan gelas ukur, alat soxhletasi, kalibrasi, dan beberapa
alat kimia lain, berdiri siswa sekolah berseragam sekolah lengkap dengan jas lab. “ini
salah satu sabun hasil olahan kami”, kata Liana, penjaga stan itu sambil
menyodori sabun sambil menunjukkan sabun lain yang diolah dengan minyak . “Kenapa
kamu belajar di sekolah ini? Apa yang menjadi cita-citamu, dik?”, saya
menyelidik. “ saya ingin bekerja di pabrik pengolahan sawit di jambi ketika lulus nanti, bang”,
jawabnya singkat. Setelah melihat-lihat sabun buatan siswa SMTI, saya pun pamit
hendak berkunjung ke stan lain.
Biola Berdawai
Tubuhnya ramping, tingginya tidak
seberapa, namun suaranya luar biasa, itulah biola. Kami sempat memainkan alat
musik itu, violin, ketika berada di stan “Komunitas Biola Aceh” yang digawangi
oleh Wira, sang senior. Sebenarnya, kami sudah pada tingkat lanjut dalam
memainkan alat musik satu ini. Lihat saja di foto di bawah, sudah seperti main “Cello”
saja, hehe. “Untuk pemula, mainnya pelan-pelan aja bro, per tahap. Dimulai
dengan meletakkannya di atas bahu, lalu dijepit oleh dagu. Lalu gesekkan dengan
bow tanpa menyentuh senarnya. Kalau ini
sudah mantap, baru deh dimainkan kuncinya. Dan, belajar biola perlu guru. Tidak
seperti gitar yang bisa dipetik dan ditiru dengan hanya melihat buku”,
pungkasnya. Kami mengangguk saja, tanda mengerti.
Kaleng berlubang
Komunitas Mata Nanggroe
menawarkan kamera murah kepada kami. Hanya dengan berbekal kaleng rokok, lakban
hitam, cat hitam, alumunium foil (dari kaleng sprite atau yang sejenis), dan
tentunya jarum untuk melubanginya. Komunitas Mata Nanggroe, itulah
nama komunitas fotografi lubang jarum (pinhole) di Aceh. Mereka mengusung tema “melihat
Aceh dari lubang jarum”.
Khalil, ketua komunitas ini, banyak membicarakan tentang konsep fotografi ini. Dimulai dari kamera yang murah, bisa mendaur ulang kaleng bekas, juga mempunyai nilai seni. Dari sini, kita juga bisa melihat dunia. Seperti yang pernah diucapkan oleh Leonardo Da Vinci "who would believe from a small hole, we can see the universe".
Pada sesi pemotretan, kamera ini sepenuhnya bergantung kepada cahaya matahari. "Jadi, kalau mendung, kamera ini tidak bisa digunakan, apalagi hujan", tambah Khalil. Untuk momen yang bergerak kamera ini kurang cocok, karena butuh waktu dan fotografernya harus bersabar dan kameranya tidak boleh bergeser, agar hasilnya bagus.
Bukan pekan
Pandangan saya teralihkan oleh
panggilan seorang laki-laki dengan sorot
mata yang tajam bak “Timur Lenk”. Namanya Aiyub Bustamam, ketua panitia
pekan kreatif Banda Aceh. Setelah bertegur sapa dan berjabat tangan, kami
sedikit ngobrol. “Sebenarnya acara ini lebih enak disebut sebagai gampong
kreatif, karena tidak dihelay dalam seminggu”, ia mengawali pembicaraan setelah
saya tanya kenapa dinamakan dengan pekan kreatif, padahal cuma empat hari. “Acara
ini bertujuan untuk meningkatkan kreatifitas dari komunitas. Ini juga
dimaksudkan sebagai wadah bagi mereka untuk memperlihatkan kegiatan-kegiatan
mereka selama ini. Dan acara ini disponsori oleh disbudpar Banda Aceh”. Sambil
manggut-manggut, saya mendengar kelanjutan ceritanya.
“Memang, saya akui acara ini
masih belum sempurna, karena masih perdana. Semoga acara ini bisa menjadi
agenda tetap setiap tahunnya dan harinya bisa bertambah. Juga, lebih banyak
komunitas yang bergabung, lebih meriah dan tentunya lebih kreatif ”, dia
menutup pembicaraan.
Mari kita tunggu Pekan atau
Gampong Kreatif tahun berikutnya. :D
Wow keren. semakin banyak saja kegiatan kreatif yang diadakan di Banda Aceh yak. Mantap dah
ReplyDeleteKak @Hacky: ga mau kalah sama yg di Thai...hehe
DeleteDisana festival banyak kali ya kak?
Semoga dapat dilangsungkan lagi di tahun-tahun mendatang. Saya juga sempat mengikuti. Acaranya bagus-bagus dan jadi bisa melihat banyak komunitas kreatif dan ekonomi kreatif di Banda Aceh. :-)
ReplyDeleteBg @azhar : iyaa bg, amiiin... Biar orang2 lbh bangkit ekonominya sama bisa nunjukin kreatifitas dr komunitas masing2.... :D
DeleteSeru ya acaranya :)
ReplyDelete@cutisyana: iyaa sist, seru acaranya... Dpt sesuatu yg bru disana. :D
DeleteThanks yaaa
wuiihh kereen acaranyaa
ReplyDelete@Rahmanovic Mee: yup, bnar sekali sist mira. Mudah2an d tahun yg akan datang bs lbh meriah (lagi) yaaa... Datang2laaah, hehe :D
DeleteSyukur saya bisa hadir juga ke Gampong Kreatif.
ReplyDeleteBro, yang pake tas itu siapa ya??? Kemaren tdk terjangkau amatanku. Hehe
@Makmur: hehe.... Alhamdulillah yaa kita bisa ikutan kreatif kemaren tu.
DeleteItu bg Rahmat, yg saya foto sehari sebelumnya,hehe...
Jd, memang pas hari terakhir enggak ada bliau.
Kbn? Pajan tajalan2 bareng lom? Hehe :D
Haha, mantap. Tapreh momen yg tepat dilee. :D
ReplyDeleteBang Rahmat toh nyan? :D
Berreh,gmana klo
DeleteKita yg ciptakan moment itu,hehe
Em, Blogger jg, bg Rahmat Hidayat. Anggota GIB syit, ABC jg.
wah. lon hana di banda. meudeh ka lon jak! hahaha
ReplyDeletemantap, bang!!
@Haekal : Nyan keuh nyan karl, lmyn bereh acara jih. Haha.... Nikmati bulan kreatif di lua kota ilee karl. Soe teupeu na njang jeut puewoe keunoe u Banda. Hehe
DeleteThanks karl, :D