Dua insan atau lebih boleh saja bertemu
dan saling kenal, namun ketika keduanya tidak saling memahami keadaan satu sama
lain, bisa jadi, ketika persoalaan terjadi suatu waktu konflik tak dapat
dihindari. Mungkin, karena semakin kenal, semakin banyak pula jurang pemisah
dan akar timbulnya konflik di kemudian hari.
Misalnya, ketika si A tahu bahwa
si B adalah pemarah, si A malah semakin menyulut emosi si B dalam sebuah perbincangan. Begitu pun,
ketika si B tahu bahwa si A punya “kekurangan”, justru ia sering
mengungkit-ungkit di depan umum.
Beberapa hari yang lalu, sore,
ketika saya tengah jalan-jalan menikmati suasana dengan berkendara di kawasan
Lampeneureut, saya mendapati dua orang laki-laki yang sedang mengepalkan tangan
dan siap adu jotos di pinggir jalan. Wajah keduanya tegang, siap menggempur. Secara
sekilas, saya berasumsi bahwa keduanya itu saling kenal dan oleh karena suatu
sebab, akhirnya timbullah percekcokan.
Saya tidak sempat melihat kelanjutan
kisah keduanya karena saya diburu jadwal pemutaran film di Episentrum Ulee
Kareng, Tikar Pandan. Apakah keduanya jadi berantem atau memutuskan untuk saling damai.
Sebab, ketika itu beberapa orang sudah menuju ke TKP. Mungkin, untuk melerai
keduanya.
Dari kejadian yang saya ceritakan
di atas, kita dapat mengajukan beberapa pertanyaan. Mungkinkah keduanya tidak
saling kenal, lantas langsung main tonjok? Apakah sebelumnya mereka sudah punya
konflik, lalu terbakar amarah oleh suatu sebab? Dan sejumlah pertanyaan lain, bisa saja muncul.
Saling mengenal membuat
orang-orang akrab dan bisa bersenda gurau. Namun, ketika mereka tidak saling
memahami, keretakan bisa saja terjadi manakala salah satu pihak atau semua
pihak tidak memahami kondisi dimana “candaan” bisa dilakukan. Misalnya saja,
ketika aib salah seorang teman dibeberkan di tengah keramaian. Ketidaksenangan teman
yang kena ejekan atau “bully” justru menjadi akar sengketa selanjutnya. Bisa saja,
kita melihat seseorang sekarang ini sangat akrab, kemana-mana hampir selalu
bersama. Ngopi juga barengan. Akan tetapi, ketika ada sebuah masalah, yang
kelihatannya sepele, ruang konflik hingga permusuhan terjadi. Seakan seperti
musuh, tidak saling kenal lagi.
Setelah kenal, menggali
informasi, lalu memahami satu sama lain. Karena dengan saling memahami kita
dapat menghindari perselisihan. Karena perselisihan itu sendiri lahir dari yang
namanya “tidak paham”. Dan, di sini faktor komunikasi berpengaruh.
Sebab, sebenarnya, masalah bukanlah masalah. Masalahnya adalah bagaimana sikap Anda terhadap masalah tersebut. Dengan kata lain, MEMAHAMI.
Sumber gambar: scottlangdonproject.wordpress.com
I'm understanding. Kita saling memahami? Hehe. Good article.
ReplyDeleteGud, we should have a better understanding....hehe
DeleteThanks makmur.
Btw, welcome to blogpsot,hehe
Bijak kali postingannya kali ini :D
ReplyDeleteHehe...
DeleteMakasih kak,
Lagi belajar ni kak :D
Masih Belajar nulis n belajar mjd bijak,
Mudah2an bermanfaat!
:D
"..sebenarnya masalah bukanlah masalah.
ReplyDelete..masalahnya adalah bagaimana sikap Anda terhadap masalah tersebut.
Dengan kata lain, MEMAHAMI."
sepakat, bang!
:D
:D thanks karl!
DeleteTerkadang, kesalahpahaman muncul krna melihat sebuah persoalan secara tak utuh...