![]() |
Laugh out loud |
Bagi Anda penggemar sinema Warkop
DKI --Dono, Kasino, Indro-- tentu sudah hafal betul dengan slogan yang satu
itu. Kalimat yang dimunculkan di awal tayang sebelum masuk ke dalam cerita. Sebuah
slogan untuk mereka yang selama ini stress karena berbagai persoalan hidup yang rumit,
jarang tertawa karena berada di lingkungan angker alias seram, atau bahkan, boleh jadi, takut tertawa karena saraf tawanya sudah "dikebiri". Saat-saat itulah penonton
diajak untuk tertawa bersama. Berbarengan dengan tingkah-polah yang mengundang
gelak-tawa.
Tertawa, pada dasarnya adalah hak
dan milik setiap orang. Hak Asasi Manusia (HAM) istilah kerennya. Tertawa juga
bisa berefek samping bahagia. Walaupun bahagia tidak dapat diidentikkan dengan
tertawa. Namun ketika seseorang tertawa, kemungkinan besar ia sedang merasa
senang, kalau memang belum mencapai tingkat bahagia. Bahagia sesaat, boleh
dibilang begitu.
Ketika Anda melihat sesuatu yang
di luar kebiasaan atau mendengar hal-hal yang sedikit “melenceng” dari sifat
kebanyakan, kalau Anda tidak berduka karenanya atau bingung mau sedih lalu
menangis, ya tentu tertawa. Sungguh sifat alami manusia, manusiawi kata teman
saya.
Dalam pada itu, kalau saja ada di antara kita yang tidak bisa sedikit
saja meluangkan waktunya bagi saraf tertawa untuk menyalurkan bakatnya, tentu
hal ini dapat dipertanyakan akan “kejantanan” urat saraf tawanya. Apakah standar
lucu yang berlaku bagi kebanyakan orang juga berlaku pada dirinya atau perlu
tegangan tingkat tinggi agar urat saraf tawanya ikut terangsang dan memberi
efek kejut pada mulutnya untuk terbahak, minimal senyum. Haha....
Bisa saja orang tersebut
tengah mengalami traumatic syndrome stadium empat. Entah karena sebab apa, perihal yang tak dapat dijelaskan, sehingga senyum
pun bukan lagi miliknya. Sudah “diperkosa”, kata mereka yang nakal. Oya, harap Anda ingat
baik-baik, saya tidak sedang mengomelin Anda ya.... tamsil di atas untuk orang
lain, bukan Anda. Serius....... :-D. Kalau tidak buat apa Anda baca tulisan
yang menjelek-jelekkan Anda. Atau, jangan-jangan Anda senang diomelin dan
dijelek-jelekin (lagi)?....hehe... (ups,.... bercanda).
Bila menengok ke Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), “tawa” berarti ungkapan rasa gembira, senang, geli,
dan sebagainya dengan mengeluarkan suara (pelan, sedang, keras) melalui alat
ucap. Sehingga, dengan pemahaman yang sederhana, tawa itu mengandung rahmat,
karena melahirkan rasa gembira dan kesenangan. Bukan bahan ejekan atau tertawaan
yang menyinggung perasaan orang lain.
Saya kira, Anda pun sependapat
dengan saya bahwa menjadi tertawaan itu tidak enak. Apalagi jika itu merupakan sisi
kelemahan kita. Terlebih jika tempat dan waktunya tidak tepat. Bisa-bisa
terjadi adu mulut hingga adu jotos. Pertengkaran hebat tak bisa dielakkan.
Hanya
gegara lidah yang kurang lihai dalam bersilat. Sehingga dapat menyayat hati dan
perasaan orang yang menjadi bahan guyonan. Di sinilah tukang lawak --atau mereka
yang ingin melawak-- perlu belajar banyak untuk tetap berada dalam koridor “menertawakan
tapi tetap mengasyikkan”. Tak ada unsur diskriminatif, apalagi sampai membunuh
karakter sasaran lawak.
Tentu tak lucu jika tawa itu
dipaksakan. Sejatinya, ia lahir dari kesadaran penuh bahwa hal tersebut memang
lucu adanya dan dapat mengguncang saraf tawa Anda. Kendati demikian, humor (lucu) pun beragam. Bisa
dengan pelawaknya ikut tertawa, tertawa seperlunya atau tidak sama sekali.
Bisa juga, dengan hanya
melihat wajah tukang lawak yang nampak “bloon”, kita akan tertawa sendiri. Hal yang
berlainan dengan orang yang mencoba melawak yang --malahan-- duluan dia tertawa daripada
penonton. “Gak lucu”, tidak alamiah, kata teman saya.
Tukang lawak mencoba menghadirkan
sebuah realita hidup dengan kacamata berbeda dan menjungkirbalikkannya versi dia sendiri. Dengan memahami
prinsip logika umum, seorang pelawak lalu menghadirkan gambaran kehidupan
dengan gaya satire, sehingga hampir semua yang menonton akan ikut tertawa dan merasa terhibur.
Seorang
komedian yang “baik” dapat menghipnotis Anda untuk segera melebarkan senyum,
lalu gigi Anda akan nampak berjejer --kalau masih punya gigi lengkap tentunya ya, hehe-- yang diikuti
dengan desiran halus suara yang keluar dari rongga mulut Anda, lalu perlahan membesar. Pecahlah gelak-tawa Anda. hal tersebut bisa jadi pertanda bahwa mereka telah berhasil mengocok perut Anda dan
Anda tidak tersinggung karenanya, walaupun ikut disinggung.
Oleh karenanya, sebagian filsuf
bahkan menempatkan para tukang lawak pada posisi yang lebih tinggi dari para pemikir
(Bagja Hidayat, tempo.co, 8/3/2014) . Karena ia telah mampu menghadirkan dunia
yang berbeda yang tak umum dipahami oleh banyak orang. Dan oleh sebab ia
bersedia ditertawakan di saat yang lain justru sangat anti untuk jadi tertawaan.
Mungkin, itulah alasan yang dipakai para filsuf.
Nah, bila memang ada
hal yang lucu dan patut ditertawakan, ya silahkan saja Anda tertawa. Toh, tertawa juga bagian dari menikmati
hidup. Bahkan, ada yang berasumsi bahwa tertawa dapat memperpanjang umur. Alasannya,
karena orang yang tertawa itu melewati hari-harinya dengan menikmati hidup dan
tidak terlalu ambil pusing dengan persoalan yang sangat-sangat tidak
bersahabat. Ada waktu santai sejenak.
Belakangan, juga ada Indonesian Lawak
Club di salah satu tv swasta nasional. Sebagai wadah bagi para pelawak untuk
menghadirkan tawa ke ruang dengar dan tonton kita, di tengah carut-marut negara
kita yang kian tak "seksi" lagi. Lantas, masih juga nahan tawa? Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang!.
Terima kasih sudah berkunjung!
Ada sebuah artikel bahasa Inggris yang saya baca di tempat kursus, tertawa tanpa alasan, 10 menit saja, sudah bisa menggerakkan syaraf-syaraf kita sehingga jadinya lebih sehat... :-)
ReplyDeleteKayaknya perlu dicoba nih. Agar urat saraf tawa saya semakin terlatih.haha
DeleteBtw, boleh mnta dibagi artikelnya?
Thanks for sharing :)
Anda mulai banyak tertawa ya selama ini? Hebat! Haha. Oh ya, belakangan, postingan Mas Bro makin menarik saja. Dan seperti mengandung "daya pikat alam bawah sadar". Lanjutkan! :D
ReplyDeleteHaha..... Betul sekali. Saya tengah menikmati hidup.
DeleteHidup adalah duka atau tawa,tergantg dr sudut mana kita melihatnya. Ya ga?
Mas broe ingin gabung dengan saya? Mari kita tertawakan dunia!....hehe
Hidup udah susah, buat apa dibuat lebih susah? Itu aja kok repot, haha....
Hm, yaya...terimakasih atas apresiasinya, semoga di alam sadar pun Anda juga ikut senang. Hohoho.....
Thanks!
Setuju... Tertawa itu menyenangkan asal pada hal dan kondisi yang tepat... Berada di dekat orang yang humoris tentu lebih menyenangkan dibanding di dekat galauer yg terus mengeluhkan hidup ya... :)
ReplyDeleteYap, bener sekali itu. Berkawan dgn org galau akan menggalaukan hidup Anda.hehe
DeleteInilah saatnya buat kita menikmati hidup, jgn mendramatisir yg ga perlu.tertawalah!
Saya senang melihat Anda tertawa (lho...) Artinya Anda bahagia.hehe
Thanks udh berkunjung :)
hahahaha!
ReplyDeleteyg penting ketawa. biar gak stress!
nice post, bang!
Haha.... That's right. Hadapi dengan senyuman kal...
DeleteThanks... :)