![]() |
Are you serious? via en.paperblog.com |
Malam ini kita berempat, plus satu
orang pendengar budiman, mendengar celoteh dan gelak tawa kita sambil sesekali
cengingikan dan manggut-manggut tanda setuju. Walaupun tangan tiada henti
menyentuh layar dan tombol serba guna, kita tetap kompak dalam tawa dan ya
setuju saja.
Lalu, bagai dikomando satu per satu
kita memegang dahi dan menggaruk kepala ketika pembahasan yang rumit
dilemparkan. Apalagi yang menyentuh akar kehidupan, hening tercipta. Aku jadi berpikir
sendiri, pembahasan kita kok sudah sejauh ini ya? Bermanfaat ga? Ah, kutepis
saja keraguanku itu. Lalu aku kembali nimbrung dan menyela pembicaraan
sebagai sanggahan yang semakin menghangatkan pembicaraan.
Walau realitanya susah, kita seakan
menutup kesusahan itu dengan sharing dan talk. Berkepul-kepul
asap telah dimuntahkan dari mulut kita sebagai aksi penyemangat dalam
”membuihkan” diskusi. Kata orang, “itu sudah biasa”. Hari ini kita bercerita,
esok lusa orang akan berbagi cerita dengan kita.
Jam telah menunjukkan pukul 00.30,
malam tidaklah “muda” lagi. Lika-liku kehidupan seakan semakin rumit untuk
dipecahkan. Yang satu bercerita tentang persolaan yang sering dihadapi, yang
lain ikut mengiyakan atau sekadar membelalak sebagai tanda serius atau bahkan
pura-pura peduli. Entahlah, itu kehidupan kita. siapa peduli kalau bukan kita?
begitu gumamku.
Kopi kian diteguk kian nikmat,
sampai tetes terakhir. Ah nikmatnya. Pertandingan bola di tv pun sudah usai,
meninggalkan rumput hijau.
Haha, nikmatnya jadi PNS!.....(Lho,
kok bisa sampai ke situ ya!) Tak sanggup kerja ya istirahat. Tak ada force, tak
ada pressure. Yang ada hanya passion dan apa adanya. Begitu
yang jadi kesimpulan salah seorang teman. Yang lainnya setuju saja. Ia juga
mengeluh dengan pekerjaannya yang kian terasa capek, meski dibilang orang kerja
di “lumbung” uang. Tak ada gunanya jika waktu tak tersisa.
Seringnya, kita jadi terbawa ke
ranah yang belum kita pahami dengan berbagi cerita. Misalnya, ketika sang kawan
berceritera tentang kisah hidup di perumahan elit, yang lain jadi ikut tau dan
semakin ingin tau saja. Yang lain bercerita tentang indahnya hidup bebas di
alam liar dengan segudang petualangan, yang lain jadi pingin ikut. Begitu pun,
kita tetap pada langkah dan posisi kita. duduk, diam, berjalan, bahkan berlari
di tempat itu.
Indahnya rumput sendiri tetapi
tetap saja rumput orang nampak lebih indah. Meski itu fake, kita
jadi tergoda untuk pergi ke sana. Kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi
di sana sampai kita sampai di sana. Ah, persetan kata orang. Dalami dan
jelajahi dulu tempat orang baru tau bedanya dengan daerah sendiri.
Sharing emang
seru ya!... menjelajahi dunia orang tanpa harus berada di dunia mereka!
Lingke, 30 September
2012
0 comments:
Post a Comment